Jakarta, ST - Ketua Umum LMND M. Asrul, kritisi Indonesia jadikan money politik sebagai budaya dalam Pemilu, sehingga membungkam aktivis pergerakan dalam pertarungan Eksekutif dan Legislatif.
"Kita menginginkan bahwa pemilu sebagai ruang demokrasi ini memang perlu untuk di jajaga dan perlu untuk rawat. Karena proses demokratisasi bisa, berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi kita, soal jujur, adil, demokratis, dan bebas, itu yang perlu kita jaga," ucap Asrul, saat di undang di Podscat KPU-RI, Rabu (09/10/2024) kemarin malam.
Menurutnya, memang setiap momentum pemilu selalu dengan catatanya sama persis, belum ada peningkatan-peningkatan kualitas yang kita bisa lihat, seperti maraknya isu-isu money politik, isu sara, isu primordial termasuk juga isu dinasti politik.
Sambungnya, ini menjadi satu tantangan dalam ruang demokrasi kita yang perlu untuk di diskusikan untuk bagaimana menemalisir ini, termasuk persoalan-persoalan elektoral seperti rekapitulasi suara dan sebagainya, ini perlu di jaga keras.
"Ini tiap pemilu selalu menjadi pembahasan, pembahasan bukan saja di kami kelompok gerakan mahasiswa tapi semua elemen selalu membicarakan persoalan ini," kata Asrul.
"Kita lihat sekarang ini, semua elit politik kita saat maju sebagai anggota legislatif dan eksekutif maupun pada tingkatan kepala desa pun mereka itu membutuhkan logistik anggaran yang gede-gedean, karena apa, money politik di masyarakat ini semacam seperti budaya, dan ini perlu untuk bagaimana di antisipasi artinya bisa mereduksi lah," ujarnya.
Dikatakan, ini menjadi tantangan dalam ruang demokrasi kita, dan ini bukan hanya tanggung jawab dari penyelenggara baik KPU, Bawaslu dan sebagainya, tapi juga menjadi tanggung jawab partai-partai politik untuk melahirkan regenerasi kepemimpinan politik dan proses kaderisasi di dalam kubu internal partai politik itu sendiri, sehingga melahirkan pemimpin-pemimpin dengan mengedepankan kualitas mereka, bukan mengedepankan apa yang berada di dalam isi dompet.
"Karena, mau semaju apapun instrumen politik kita, kalau budaya-budaya seperti money politik ini masih terjadi di masyarakat, ini kan sangat-sangat menghawatirkan," ungkapnya.
"Bayangkan saja, seperti aktivis-aktivis gerakan, mau maju legislatif atau kepala daerah, sementara aktivis gerakan mahasiswa ini kan pasti tidak memiliki logistik yang besar, sementara instrumen-instrumen untuk menuju kesana memembutuhkan logistik yang gede, membutuhkan biaya politik yang besar. Itu yang akan susah.
Sehingga lanjut Ketum LMND, ruang politik yang tersedia dengan budaya money politik ini juga akan menjadi faktor penghalang bagi lahirnya pemimpin-pemimpin dari generasi anak muda yang selama ini pengalaman berjuang sebagai aktivis mahasiswa, aktivis sosial, tapi tidak memiliki logistik yang cukup sehingga tidak bisa mempersiapkan diri di anggota Legislatif maupun eksekutif.