ST - Kepulauan Sula - Informasi terkait Rencana Pemda Kepsul dalam melaksanakan Festival Tanjung Waka Tahun 2025, ditolak keras oleh masyarakat Desa Fatkauyon, terutama pemilik lahan dan Kelompok Sadar Wisata.
Hal ini disampaikan oleh Sudirman Yoisangaji, Ketua Kelompok Sadar Wisata (KSW) Desa Fatkauyon. "Kami masyarakat Desa Fatkauyon menolak keras dilaksanakannya Festival Tanjung Waka Tahun 2025, karena tidak berdampak positif terhadap Desa kami."
Penolakan tersebut didasari kecewaan atas event Festival Tanjung Waka yang dilakukan sebelumnya, Tahun 2024, 2023 dan 2022 oleh Pemda Sula. Dalam event kegiatan tersebut para pemilik lahan dan Kelompok Sadar Wisata tidak pernah dilibatkan.
Festival Tanjung Waka sendiri pertama kali dilakukan oleh masyarakat desa Fatkauyon pada Tahun 2015, hanya dengan modal semangat dan patungan warga. Kemudian kegiatan Festival Tanjung Waka dilanjutkan di Tahun 2016. Sementara pada Tahun 2017, Festival Tanjung Waka tidak bisa dilakukan karena terkendala masalah anggaran. Tahun 2018 kembali digagas, lalu pada Tahun 2019 diusulkan ke Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, untuk menjadi Karisma Event Nusantara (KEN). Tahun 2020 diresmikan Kementerian. Dan, di tahun 2022 barulah event Festival Tanjung Waka diambil alih dan dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Sula.
Menurut Ketua KSW, Sudirman. "Awalnya, kami sangat senang setelah tau Tanjung Waka diresmikan menjadi Karisma Event Nusantara (KEN) oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Walaupun pada akhirnya Pemda yang mengambil alih pengelolaan Festival Tanjung Waka tersebut. Kami hanya berharap kalau Festival Tanjung Waka yang di kelola Pemda Sula, dapat mengangkat harkat dan martabat masyarakat Desa Fatkauyon, sebagaimana mimpi dan cita-cita awal kami melaksanakan event Festival Tanjung Waka 2015 silam. sayangnya tidak sama sekali."
Lanjut Pria yang akrab disapa Diman,
" Yang terjadi hari ini, setiap kali persiapan event Festival Tanjung Waka, kami tidak pernah dilibatkan. Bahkan untuk urusan sekecil bambu dan daun atap yang berlimpah di Fatkauyon, malah didatangkan dari luar atau beli dari luar. Lalu, seperti inikah yang dibilang Pamda bisa mendongkrak ekonomi Desa? Yang paling tragis, Tarian Belyai dan Silat Kampung yang merupakan indentitas peninggalan para leluhur kami, tidak pernah ditampilkan dalam event Festival tersebut, malah yang dari luar rutin ditampilkan. Lalu apa yang bisa kami harapkan dari Festival Tanjung Waka? Apa kami hanya harus diam membisu saja, walau indentitas kami tak di hargai?".
Lanjut, kata Diman. "Pasca kegiatan Festival, Orang Tua kami, Ibu-ibu kami yang berjualan di seputaran area Festival sampai detik ini, bahkan masih berjuang menagih hutang yang ditinggalkan oleh oknum Pemda. Sadis memang. Belum lagi sampah yang berserakan, kami juga yang harus bersihkan".
"Dengan demikian maka rasa-rasanya Pemda Sula tidak perlu repot-repot menyelenggarakan event Festival Tanjung Waka. Atas nama harkat dan martabat desa, tolong biarkan saja kami kelola sendiri sebagaimana yang pernah kami lakukan dahulu, kami juga bisa. Biar saja, kami sendiri yang menjaga dengan sebaik-baiknya indentitas kami". Tutupnya***