Koordinator SKAK-MALUT-JKT, M. Reza A Syadik
Jakarta, ST - Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara Jakarta (SKAK-MALUT-JKT) mendesak KPK segera menuntaskan kasus suap jual beli jabatan, proyek pengadaan barang dan jasa, serta mafia perizinan tambang di Provinsi Maluku Utara.
SKAK-MALUT-JKT juga menyoroti mandeknya proses hukum terhadap para pemberi suap yang namanya sudah disebut jelas dalam surat dakwaan.
Koordinator SKAK-MALUT-JKT, M. Reza A Syadik, kepada awak media, menegaskan bahwa pihaknya menolak lupa pada praktik korupsi yang merugikan daerah. Ia meminta KPK segera menetapkan tersangka terhadap pihak-pihak yang disebut memberikan uang kepada pejabat pemerintah.
“Tangkap para pemberi suap! Silvester Andreas, Jamaludin Uwa, dan Samsuddin Abdul Kadir. Nama-nama mereka disebut gamblang dalam surat dakwaan KPK, tapi belum ada proses hukum lebih lanjut sampai sekarang,” kata Reza, Minggu, (11/05/2025).
Reza menyebutkan, dalam surat dakwaan KPK Nomor: 51/TUT.01.04/24/05/2024, disebutkan bahwa, Silvester Andreas memberikan uang sebesar Rp500 juta dalam pecahan dolar Singapura kepada terdakwa, di Pacific Place dan Hotel Bidakara Jakarta pada 2020–2021.
Sementara, Jamaludin Uwa memberikan Rp1 miliar tunai kepada terdakwa di Bank Maluku Utara, Ternate, pada 15 Desember 2023.
Sedangkan, Samsuddin Abdul Kadir, mantan Sekda Malut, memberikan Rp420 juta di Kantor Gubernur Malut sekitar 2019–2020.
Reza menambahkan, pasca-OTT KPK 2023, sejumlah pejabat telah ditetapkan sebagai tersangka, di antaranya Kadis Perkim Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Daud Ismail, Kepala BPPBJ Ridwan Arsan, ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim, serta dua pihak swasta, Stevi Thomas dan Kristian Wuisan.
“Kalau pelaku penerima suap bisa diproses, kenapa yang memberi suap belum disentuh? Ini pertanyaan besar bagi publik Maluku Utara,” ujar Reza.
Olehnya itu, Reza menegaskan, SKAK-MALUT-JKT akan mendatangi KPK pada Rabu, 14 Mei 2025 untuk menyerahkan kembali salinan dakwaan tersebut. Mereka mendesak pimpinan baru KPK, Setyo Budiyanto, menjadikan kasus ini prioritas penegakan hukum.
"Ingat bahwa skandal TPPU itu melibatkan banyak orang, angka 109 Milyar bukan jumlah yang sedikit lo," cecar Koordinator SKAK-MALUT-JKT.
“Kami masih datang dengan niat baik. Tapi kalau tetap tidak ada tindakan, demonstrasi besar akan jadi pilihan. Ini soal harga diri sopremasi penegakan hukum di Indonesia,” tegas Reza. (Tim/Red).