Oleh: Julkifly Umagapi – Anggota DPRD Kabupaten Kepulauan Sula, Fraksi PDI Perjuangan.
ST - Kepulauan Sula | Tanggal 2 Juli 2025 akan tercatat sebagai hari pilu bagi banyak keluarga di Kabupaten Kepulauan Sula. Banjir besar yang datang seketika menghanyutkan bukan hanya harta benda, tetapi juga harapan rakyat kecil yang selama ini bertahan hidup dalam keterbatasan. Mereka tak hanya kebasahan—mereka kehilangan tempat tinggal, bahan makanan, dan rasa aman yang mestinya dijamin oleh negara.
Air memang turun dari langit, tapi kelalaian berasal dari bumi—dari kita, para pemangku kepentingan yang terlalu sering membiarkan bencana datang tanpa upaya pencegahan yang serius. Kita tidak kekurangan musyawarah, tidak kekurangan laporan cuaca, tidak kekurangan anggaran. Tapi kita kekurangan keberanian untuk bertindak tegas terhadap perusakan lingkungan, dan kesungguhan untuk membangun infrastruktur yang berpihak pada keselamatan rakyat.
Sebagai wakil rakyat, saya menyaksikan sendiri bagaimana banyak titik rawan banjir di Sula diabaikan bertahun-tahun. Proyek tanggul ditunda, drainase dibiarkan tersumbat, dan pembabatan hutan terjadi tanpa kontrol. Ironisnya, ketika banjir datang dan air merendam rumah warga, yang datang justru kamera, bukan solusi.
Ini bukan sekadar musibah, ini adalah teguran keras dari alam dan jeritan nyata dari rakyat. Pemerintah daerah tidak boleh lagi sekadar merespons dengan karung beras dan perahu karet. Kita butuh peta jalan mitigasi bencana yang konkret, anggaran yang dialokasikan secara transparan, serta komitmen politik yang berpihak pada keselamatan manusia, bukan hanya pada proyek mercusuar.
Saya menyerukan agar Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula segera menetapkan status darurat bencana, melakukan pendataan ulang seluruh kawasan rawan, dan menjadikan penanganan banjir sebagai agenda prioritas yang tak bisa ditawar. Jangan tunggu rakyat datang mengadu ke kantor pemerintah dengan kaki telanjang dan pakaian basah karena rumah mereka tenggelam. Jangan tunggu korban jiwa baru muncul untuk menyadarkan kita bahwa kita lalai.
Banjir 2 Juli adalah peringatan. Tapi jika kita tidak bergerak sekarang, banjir berikutnya akan jadi kutukan. Dan rakyat tidak akan lupa siapa yang mereka pilih, dan siapa yang diam ketika penderitaan datang bersama arus air.(Red)