News

Investor Tambang Kebal Hukum, Formapas Malut Desak Kementeran ESDM RI Hentikan Operasi PT ASM di Pulau Gebe

Sebarkan:

 

Ketum PP FORMAPAS MALUT, Riswan Sanun

Jakarta, ST - Keberadaan tambang di Pulau Gebe, Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara kembali menuai gelombang kritikan. Aktivis menilai perusahaan tambang PT Anugerah Sukses Mining (ASM) kebal hukum, meski jelas melanggar aturan yang melarang eksploitasi di pulau kecil. 

Desakan muncul agar pemerintah segera menghentikan sementara seluruh aktivitas pertambangan di wilayah tersebut.

Aturan hukum yang dilanggar bukan main-main. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2024 dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dengan tegas melarang kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil. Namun, praktik tambang tetap berlangsung, seolah aturan hanyalah formalitas yang mudah diabaikan.

Kondisi ini membuat masyarakat kian muak dengan pencitraan pemerintah, baik pusat maupun daerah. Alih-alih mensejahterakan, kehadiran perusahaan tambang justru dianggap merusak lingkungan dan mengancam keberlangsungan hidup warga setempat.

Ketua Umum Pengurus Pusat Forum Mahasiswa Pascasarjana Maluku Utara (PP FORMAPAS MALUT) Riswan Sanun, turut mengecam sikap PT ASM. Ia mendesak Kementerian ESDM untuk Audit menyeluruh, mulai dari kewajiban reklamasi, pascatambang, hingga penyampaian dokumen resmi yang seharusnya dipenuhi sesuai regulasi.

Riswan menegaskan, operasi tambang nikel PT ASM telah merusak ekosistem mangrove di Pulau Gebe akibat sedimentasi. Hutan mangrove dikabarkan mulai kritis karena sedimentasi yang ditimbulkan perusahaan. Temuan lapangan bersama sejumlah aktivis menunjukkan adanya pohon mangrove yang punah dalam jumlah besar.

Riswan menyesalkan sikap perusahaan yang tidak mendukung pemerintah daerah dan warga untuk menjaga kelayakan pulau sebagai tempat tinggal. Laporan serupa bahkan sudah muncul sejak 2021, ketika sedimentasi pesisir dilaporkan mencapai tingkat berbahaya. Namun, perusahaan dinilai tidak menunjukkan tanggung jawab dalam reklamasi.

"Berdasarkan informasi, PT ASM mengantongi izin operasi hingga Agustus 2033 dengan luas konsesi mencapai 503 hektar. Namun, aktivitas tambang tersebut dianggap melanggar sejumlah regulasi penting, termasuk Undang-Undang Kehutanan, Undang-Undang Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup," jelasnya, Senin (29/09/2025). 

Riswan, juga menyoroti lemahnya pengawasan pemerintah. Menurutnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) seharusnya mengambil langkah nyata, bukan diam.

“Jangan sampai publik menilai dinas terkait tidak bekerja, padahal kerusakan sudah terjadi di depan mata,” tegasnya.

Ia menduga ada praktik penambangan bermasalah di balik berlarutnya persoalan lingkungan di Pulau Gebe.

“Kerusakan mangrove dan sedimentasi ini jelas bukan sekadar kelalaian biasa, melainkan bentuk pelanggaran hukum yang nyata,”tambahnya.

Atas kondisi tersebut, Riswan mendesak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghentikan sementara aktivitas PT ASM. Ia juga meminta Kejaksaan Agung dan Satgas terkait segera melakukan audit menyeluruh atas dokumen legalitas perusahaan, sekaligus menindak kerusakan lingkungan yang sudah terjadi. (Tim/Red).

Sebarkan:
Komentar

Berita Terkini